Chapter II "Good Or Evil"

Original story by : Ndowi Joker
Image : Google


Di kegelapan malam, tiba-tiba ada seorang yang menyekap ku, dia menutup mulutku dan menyeretku ke dalam semak-semak.
 “Sssssttttttt...... diamlah sejenak”
Aku pun langsung terdiam mendengar suaranya, aku tak bisa melihat wajahnya namun dari suaranya yang berat dan agak serak aku tau dia seorang pria dewasa, aku berpikir walaupun aku meronta aku tak akan bisa melawannya dengan kondisiku yang seperti ini, jadi ku putuskan untuk menuruti keinginannya.
 “Jika kau tak diam kita berdua akan mati” bisikinya padaku.
Aku hanya bisa mengangguk dengan tangan kasarnya yang menutup mulutku.
 “Lihatlah ke depan”. Bisiknya lagi kepadaku.
   Aku pun langsung melihat ke depan, melalui semak-semak aku lihat di seberang sungai tepat di tepi sungai di bawah pohon yang besar, ada sesuatu yang mulai muncul dari kegelapan. Seperti seseorang yang memakai jubah hitam bertudung, aku tak bisa melihat wajahnya, kaki dan tangannya karena tertutup jubah hitam itu. Dia tidak terlihat seperti manusia, ia melayang dan aku rasa ia lebih terlihat seperti Dementor. Disini sangat gelap dan hampir membuatku tak bisa melihat sama sekali, hanya Sinar bulan yang masuk melalui celah-celah pepohonan yang mengenai jubah hitam itu yang membuatnya terlihat dalam kegelapan.
  “Jika di menemukan kita, habislah kita.” Bisiknya sambil menutup mulutku.
  I a terlihat sedang mencari sesuatu, mungkin kah dia sedang mencari kami? Dia mencari, mencari, melihat ke sana kemari, terus mencari dan terus mencari. Kami hanya diam, bersembunyi di balik semak-semak dan terus mengawasinya. Aku diam menahan dinginnya malam yang membeku bersama orang yang bahkan belum pernah kulihat wajahnya sebelumnya. Tak lama makhluk itu pun pergi mengikuti aliran sungai ini, perlahan hutan yang membeku ini mulai mencair, udara yang dingin perlahan kembali normal, air sungai, lumut dan dedaunan mulai kembali seperti semula.
*Tik tik tik
Tetesan air dari dedaunan yang mulai mencair memecah kesunyian di hutan ini. Setelah memastikan makhluk itu pergi pria ini mulai melepaskan tangannya dari mulutku, ia membalikkan tubuhku menghadapnya dan meletakkan tangannya di dahiku.
 “Kau tak apa-apa? Badanmu panas, wajahmu juga terlihat pucat, apa kau sudah makan? Apa yang terjadi? Bagaimana kau bisa ada di sini pada malam-malam begini?” tanya orang itu padaku.
 “L a p a r . . . .!” jawabku tak berdaya.
 “Kau lapar? Baiklah, aku punya roti sisa sarapan tadi pagi, makanlah!” jawabnya sambil mengulurkan sepotong roti dari sakunya.
Tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulutku, aku langsung mengambil roti itu dan mulai memakannya. Ia berdiri dan melangkah menjauh dariku, meninggalkan barang-barangnya di sampingku.  Ada sebuah kantong, pisau, pedang, panah, anak panah, dan 3 kelinci yang diikat kakinya. Aku bersandar di pohon, menghabiskan sepotong roti yang ia berikan kepadaku.
    Tak berselang lama, dia pun kembali, aku tidak bisa melihatnya dengan jelas di kegelapan malam ini, dia datang menghampiriku sambil membawa ranting dan kayu-kayu kering, sepertinya dia ingin membuat api.
 “Beristirahatlah, aku akan membuat api untuk menghangatkan badan” ucapnya padaku.
 “Baiklah” jawabku.
 “Siapa namamu? Dan bagaimana kau bisa ada disini?” tanyanya padaku sambil menata kayu dan ranting yang ia bawa tadi.
 “Aku Steve” jawabku lemas.
 “Baiklah Steve, bagaimana kau bisa ada disini? Dan apa yang kau inginkan di tempat ini?”
 “Aku mencari adikku, apa kau melihatnya? Di perempuan, umurnya 7 tahun, dan dia memiliki rambut merah kecokelatan, namanya Diana. Apa kau melihatnya?” Tanya ku padanya.
 “Kau kehilangan adikmu? Bagaimana itu bisa terjadi?”
 “Kemarin malam ada seorang yang menculik Adikku, dia lari ke hutan dan aku mengejarnya. Aku hampir bisa mengejarnya namun aku kehilangannya dan aku pingsan karena kelelahan. Keesokan harinya aku terbangun dan tidak sadar tersesat di hutan ini.”
 “Oh... Jadi itu terjadi lagi” jawabnya sambil duduk membawa ranting yang akan dia susun.
 “Apa maksudmu lagi? Dan makhluk apa itu tadi?” tanyaku terkejut mendengarnya.
 “Sudahlah, aku punya kelinci, bagaimana kalau kita memakannya malam ini? Kau lapar kan?” ucapnya sambil menunjukkan 3 kelinci mati di tangannya.
 “Baiklah!” jawabku
 “Aku akan membantumu melewati malam ini, jadi jangan banyak tanya!”
   Dia menyalakan api dengan korek api dan mulai membakar kayu dan ranting-ranting yang dia susun tadi, ia menguliti dan membuang isi perut kelinci-kelinci itu dengan belati lalu menusuknya dengan kayu. Tangannya sangat lihai mengolah kelinci-kelinci itu, mungkin karena dia sudah sering melakukannya. Ia menusuk dan meletakkannya di atas api, ia melakukan semuanya, sementara aku hanya duduk diam menonton dan bersandar di pohon dekat dengan api. Di hutan ini kami sendirian, menyalakan api dan membakar kelinci untuk makan malam. Pria ini, dia memakai jaket lusuh tidak ber lengan dan ada beberapa sobekan di beberapa bagian, lengan jaketnya seperti di sobek dengan sengaja, ia memakai celana pendek jeans yang awalnya aku pikir adalah cela panjang, sepertinya juga di sobek dengan sengaja. Potongan rambutnya cepak dan wajahnya terlihat macho sekali dengan semua otot yang cukup besar itu. Entah kenapa aku merasa nyaman bersama pria ini, aku merasa seperti sudah mengenalnya sejak lama, padahal kami baru saja bertemu. Dan aku masih bingung memikirkan perkataannya tadi, apa maksudnya itu terjadi lagi? Apakah hal seperti ini pernah terjadi sebelumnya? Aku tak tahu apa yang terjadi, ku duduk melihatnya terduduk di pinggir api sambil memikirkan apa yang sedang terjadi, ia terlihat seperti sedang sedih,  mungkin ia mengingat masa lalunya.
***
    Tak lama makan malam kami pun matang, dia mengangkat Batang kayu tusuk kelinci dari atas api dan menancapkan satu di tanah, yang satu ia berikan padaku dan yang satunya lagi ia makan sendiri.
 “Ini makanlah ini” ucapnya sambil menyodorkan kelinci panggang itu padaku.
Aku mengambilnya tanpa berucap sedikit pun, tanpa basa-basi aku langsung memakannya, aku memakannya dengan lahap dan berantakan seperti orang yang tidak makan dari kemarin, ouw itu memang aku. Sambil makan ia tersenyum kecil melihat caraku menghabiskan makan malam ini, kelinci panggang ini enak sekali
 “Apa kau akan menghabiskan itu juga?” tanyaku sambil menunjuk kelinci bakar yang ditancapkan ke tanah.
 “Tidak!!”
 “Kalau begitu apa boleh buatku?”
 “Tidak, ini buat teman ku”
 “Temanmu? Siapa?” Tanyaku lagi padanya.
 “Sudahlah cepat habiskan saja makananmu, lalu tidurlah”
 “Di mana dia?
 “Dia ada disini, di sekitar sini”
 “Benarkah? Kenapa kau tidak mengajaknya ke sini?”
 “Dia tidak menyukaimu!”
 “Ouwh!!!”
    Aku langsung terdiam mendengarnya, aku memang menyedihkan, sial. Setelah Kami menghabiskan makanan itu, dia langsung memadamkan api dengan menginjak-injaknya.
 “Hei..! Apa yang kau lakukan? Kenapa kau memadamkan apinya? Sekarang aku akan benar-benar mati kedinginan” Tanyaku kesal padanya.
 “Diamlah, kau tidak akan mati karena aku memadamkan apinya, justru kita akan mati jika tidak memadamkan apinya” jawabnya padaku.
 “Bagaimana bisa?”
 “Ini, ambil batu ini. Genggam batu ini, batu ini menyerap panas, ini akan menghangatkanmu” ucapnya sambil menyodorkan sebuah batu seukuran telapak tangan dari dalam kantung.
Aku langsung mengambil batu itu dari tangannya, batu ini berbentuk bulat pipih dan hangat. Aku langsung menggenggamnya dan berbaring di bawah pohon dan menggunakan akarnya sebagai bantal. Pria itu memmembawa sisa kelinci bakar yang ditancapkan tadi pergi menjauh dan hilang di kegelapan malam, sepertinya dia ingin memberikannya pada temannya yang dia bilang tadi. Aku pun mulai memejamkan mata dan tertidur.

#Kakak, tolong...!

...


 “Hei... Hei... Bangunlah matahari sudah tinggi..!” ucapnya sambil menendang ku untuk membangunkan ku.
    Ku buka mataku dan melihat ke langit, ku lihat dedaunan menari tertiup angin, sinar matahari yang menembus rimbunnya pepohonan seperti lampu sorot. Disini sangat tenang, hutan ini terlihat sangat indah di pagi hari. Semalam aku memimpikannya lagi, dia berlari dan meminta tolong padaku, dia terus memanggil namaku dan berlari dalam kegelapan.
 “Hei..! Cepat bangun, kau tidak ingin mencari adikmu?!” ucapnya dari kejauhan sambil menengok kebelakang ke arahku.
 “Tunggu, Kau tahu dimana dia?” jawabku kaget mendengarnya.
 “Cepatlah!”
 “Hei, tunggu!” teriakku bangun dan berlari mengejarnya.
 “Jangan tanya apapun, ikuti saja aku!”
 “Baiklah..”
Kami berjalan di hutan melewati pepohonan semak dan sungai, kami berjalan dan terus berjalan tanpa mengucapkan sepatah katapun. Aku tidak tahu dia akan membawaku kemana, bisa saja dia orang jahat dan ingin membunuhku di suatu tempat, tapi aku percaya padanya, sebenarnya aku tidak punya pilihan lain selain percaya padanya, lagipula jika dia ingin membunuhku dia akan melakukannya tadi malam. Aku kehilangan adikku dan tersesat di hutan, jadi aku pikir mempercayainya adalah pilihan yang tepat.
 “Kita ak....”
 “Kita sampai” ucapnya menyela ucapan ku.
 “Benarkah?”
   Aku melihat cahaya di Balik pepohonan, aku pikir itu adalah jalan keluar dari hutan ini, akhirnya aku bisa keluar dari hutan ini. Kami berjalan ke arah cahaya, dia di depan berjalan memimpin jalan kami.
 “Baiklah kita sampai, sepertinya kita akan berpisah di sini” ucapnya.
Aku berjalan mengikutinya keluar dari hutan untuk menemukan Ana, setidaknya itu yang aku pikirkan, akan tetapi tidak ada apa-apa di sini. Ini juga bukan jalan keluar dari hutan, ini adalah jurang. Dia berjalan ke depan, ke tepi jurang. Aku tidak tahu kenapa dia membawaku ke sini tapi, aku mulai ketakutan, mungkinkah dia akan membunuhku di sini? Atau dia ingin bunuh diri bersamaku?
 “Kemarilah, akan aku tunjukkan dimana adikmu berada” ajaknya padaku.
    Aku berjalan ke depan ke tepi jurang bersamanya, aku berada di sampingnya tepat di tepi jurang. Ku melihat ke bawah, di bawah jurang ada kabut yang tebal sehingga aku tidak dapat melihat dasarnya. Dia memegang pundakku tangan kirinya dan tersenyum padaku, dia bersiul dengan tangan kanannya seakan memberi tanda pada seseorang. Tiba-tiba ada suara dari belakangan, seperti suara langkah kaki yang menginjak daun kering dari dalam hutan, saat itu aku mengingat sesuatu. Pria ini memiliki seorang teman, aku pikir temannya mengikuti kami sampai disini, ada satu hal lagi, temannya tidak menyukaiku.


To be continued-

Chapter 1 ”Missing Diana


Ini kisah tentang seorang anak laki-laki yang mencari adiknya di tempat yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.

  
  Original story by : Ndowi Joker
  Image : Google


   Seharusnya hari itu adalah hari bahagia untuk keluarga kami, namun itu berubah menjadi hari terburuk dalam hidupku. Ini semua salahku, seharusnya aku tidak meninggalkannya sendirian, ia sangat takut dan dia juga bilang ada sesuatu yg menyeramkan sedang mengikutinya. Ia terus memintaku agar terus menemaninya, namun aku tidak mempercayainya dan tak ada untuknya.
   Hari minggu 7 Agustus 2016
Namaku Steven, biasa di panggil Steve.
Umurku 18th.
Aku tinggal di Broklyn dengan adik perempuan dan kedua orang tuaku. Namun sekarang aku hanya berdua dengan adikku di rumah.
 “Pagi Ana” kataku.
 “Pagi kak” sahutnya.
 “Apa kau siap Ana? Kau ingat ini hari apa?”
 “Ini adalah hari di mana kita akan pergi ke danau” jawabnya dengan semangat.
 “Baiklah, cepat habiskan sarapanmu kita harus bersiap siap”
 “Siap kapten”
   Adikku Diana adalah seorang anak perempuan berumur 7 tahun kelas 2 di sekolah dasar, ia berambut merah kecokelatan dan cantik seperti ibunya. Setelah sarapan kami pun menyiapkan barang barang kami untuk pergi ke danau, kami menyiapkan bekal, alat pancing, dan beberapa mainan untuk kami bermain. Aku berangkat menggunakan mobil pick up terbuka milik ayahku, mobil ini berwarna biru kusam dan ada karat di beberapa bagian, lampu sen kanan di depan dan belakang sudah tidak hidup lagi, ayahku dia bekerja sebagai petani dan kadang ia juga kerja serabutan ketika musim kemarau. Tentu kami tidak sendiri, aku juga mengajak teman sekelasku Liya, dan kami pergi menjemputnya,  dia ada di depan pintu saat kami tiba di sana. Ia langsung menaikkan keranjang pikniknya ke belakang dan langsung naik di depan, adikku bergeser ke tengah. Liya, dia sangat cantik dan manis memakai kaos abu abu dan celana panjang yg berwarna abu abu juga, rambunya hitam dan panjang dengan poni di depannya. Sebenarnya aku kesini ingin PDKT dengannya, tapi aku juga mengajak adiku agar dia senang, menyelam sambil minum air benarkan? Haha.
 “Nice car” ucap Liya.
 “Ya aku tahu, tapi ini adalah mobil super” jawabku bercanda.
 “Benarkah? Apa kekuatannya?” jawabnya membalas canda ku.
 “Aku tak tahu apa kekuatannya, tapi ini mobil yang hebat”
 “Kak, lihat itu!” sela adikku sambil menunjuk keluar jendela.
 “Wow, itu rusa, jarang ada rusa di pinggir jalan raya” kataku
 “baru kali ini aku melihat rusa secara langsung” saut Liya.
 “Aku juga”
 “Aku juga sama kak”
 “ku rasa ini hari keberuntungan kita” ucapku.
   Kami banyak berbincang di perjalanan, bercanda dan tertawa bersama. Sesampainya di sana, adikku Diana langsung berlari dan berbaring di rumput dekat danau, ia terlihat sangat senang ada di sini. Ia mulai mengambil jaring dan berlarian mencoba menangkap serangga. Aku dan Liya menyiapkan tempat untuk menyantap bekal kami nanti. Pemandangan di sini sangat indah dan udaranya jg sangat segar, ditambah lagi tidak ada orang di sini selain kami, dan aku bisa berduaan bersama Liya sepanjang hari.

   Sepanjang hari kami bersenang senang bersama, hari semakin sore dan pemandangan semakin indah di sini, langit yang berubah menjadi kemerah-merahan dengan air danau yang tenang membuat suasana menjadi sangat romantis. Aku dan Liya duduk di dermaga di tepi danau dan mencelupkan sedikit kaki kami di air. Ia membawa semacam bunga rumput yang memiliki tangkai yang panjang, sementara kami duduk di tepi danau, adikku Diana mencari bunga di belakang kami.
 “Hei, terima kasih telah mengajakku kemari, hari ini menyenangkan” ucap Liya lembut sambil memegang tanganku.
 “Tentu, lain waktu apa kau mau pergi bersamaku lagi?” tanyaku sambil memandangnya dalam.
 “Ya, dengan senang hati” jawabnya.
 *Dann semua itu dimulai.
 “AAAaaaaaa...........!”
Teriakan ana mengejutkan kami berdua, dan kami langsung berlari ke arahnya.
 “Anaa.... ada apa?
Sesampainya di sana kami melihat Ana duduk ketakutan di rumput belakang pohon pinus dengan seekor kelinci yang tercabik cabik dan darahnya, darahnya bercampur dengan semacam tinta hitam.
   Saat itu, aku langsung memeluknya dan mengelus kepalanya agar dia tenang.
 “Apa itu?” tanyaku heran
 “Dia tadi disini, dia tersenyum dan berjalan ke arahku” ucap adikku sambil memelukku menangis ketakutan.
 “Apa, siapa” tanyaku padanya
 “Makhluk hitam yang menakutkan, matanya besar, mulutnya lebar, giginya tajam dan dia seperti monster. Aku takut kakak ayo kita pulang”
 “Baiklah, mari kita pulang” jawab Liya sambil mengelus kepala adikku berusaha menenangkannya.
“Mari pulang” ucapku
Aku rasa dia hanya ketakutan melihat rubah yang sedang memakan kelinci yang memang makanan alami rubah.
   Sore itu kami langsung membereskan barang-barang kami dan langsung pulang, di perjalanan Ana terus memegangiku sambil menangis. Sedangkan Liya terus mencoba menenangkannya dan mengatakan “Semuanya akan baik-baik saja, sekarang dia sudah jauh”, tapi adikku tetap saja menangis. Aku pun pergi mengantar Liya pulang terlebih dahulu lalu kami melanjutkan perjalanan pulang.
   Matahari sudah terbenam saat kami sampai di rumah. Adikku langsung pergi ke kamar begitu mobil berhenti. Aku segera membereskan barang-barang dan langsung pergi mandi setelahnya.

*tok tok tok
 “Ana, mandi dulu sana “iya”
 “Cepat mandi, nanti kita makan malam, kakak siapkan makanan dulu ya”
 “Iya”
Ia langsung keluar dan langsung pergi ke kamar mandi. Aku dan adikku sendirian di rumah, orang tua kami pergi beberapa ke luar kota untuk urusan bisnis, jadi aku yang mengurus semua. Aku pun langsung pergi ke dapur untuk memasak, aku buka lemari es yang isinya hanya ada 2 kotak telur, beberapa sayuran, beberapa buah-buahan, beberapa minuman kemasan dan air putih. Aku ambil 2 butir telur, lalu ku goreng dengan kutambahkan beberapa bumbu, sambil menunggu telur yang aku goreng matang, aku memanggang roti menggunakan alat pemanggang roti.
   Tiba-tiba terdengar suara jeritan dari lantai atas.
 “Aaaaaaaaaaaaaaa.........”
Itu suara Ana, suaranya datang dari arah kamarnya yang berada di lantai dua, mendengar jeritannya aku langsung berlari bergegas ke kamarnya. Aku membuka pintu dan ku lihat adikku sedang duduk dan bersandar di tembok sambil menangis menghadap jendela yang ada di sebelah kananku. Aku langsung memegangnya dan menanyakan apa yang sudah terjadi.
 “Ana, apa yang terjadi?” tanyaku sambil memegang kedua pundaknya.
 “Dia kemari” jawabnya sambil menangis ketakutan.
 “Siapa?”
  “Makhluk itu”
  “Di mana dia?”
Di tak menjawab dan hanya memandang ke arah jendela, Aku lihat jendelanya terbuka. Aku langsung pergi ke arah jendela untuk melihat keadaan di luar, tentu tak ada apa-apa di luar, lalu ku tutup jendelanya dan menguncinya.
 “Sudah, di luar tidak ada apa-apa, mungkin makhluk itu sudah pergi” kataku sambil menenangkannya.
 “Tapi tadi dia ada di sana
 “Sudah tidak ada, ayo kita turun ke bawah dan makan malam”
 “Baiklah”
   Kami pun pergi ke bwah, aku genggam tangannya saat menuruni tangga, aku kira dia hanya berhalusinasi karna shock melihat rubah di danau tadi sore.
 “Baiklah, tunggu disini aku akan menyiapkan makanan “ ucapku. Dia duduk di meja makan dan menundukkan kepalanya, aku langsung mengangkat roti dan telur yang sudah aku masak tadi, karna terlambat mengangkatnya telurnya jadi agak gosong. Ku hidangkan makanan itu di atas piring, 1 telur dan 2 roti untuk masing-masing dari kami, aku jg mengambil air putih yang ku tuangkan ke dalam gelas dan saus tomat dari lemari. Kami pun mulai memakannya, ia terlihat sedikit tidak nafsu makan tapi syukurlah ia masih mau memakannya.
 “Kakak, jangan tinggalkan aku sendirian, aku takut. Tolong temani aku tidur untuk malam ini saja” mintanya padaku
 “Baiklah, kakak tidak akan pernah meninggalkanmu”
 “Janji?”
 “Iya aku janji, nah cepat habiskan makananmu lalu tidur ya, sekarang sudah jam delapan malam”
 “Um” jawabnya sambil mengangguk.
   Setelah makan malam, aku langsung mengantar adikku pergi tidur, aku terus menemaninya hingga ia terlelap. Butuh waktu 15 menit hingga ia benar-benar terlelap dalam mimpinya, setelah ia benar-benar tidur, aku pergi ke bawah untuk membereskan sisa makan malam kami tadi. Dan tiba-tiba ku dengar suara dari arah luar rumah, terdengar seperti suara tawa, namun aku tak yakin karna suaranya sangat pelan. Aku langsung pergi ke jendela depan untuk mengeceknya, tapi tak ada apa-apa di sana, lalu ku buka pintu dan keluar ke halaman depan untuk memastikannya. Aku melihat ke sekitar, suasananya sangat sepi, hanya ada pohon, mobil kami dan ayunan yang sedikit bergoyang terkena angin di depan rumah tetangga kami.
   Karna tak menemukan apa pun yang mencurigakan, aku kembali ke dalam lalu mematikan semua lampu dan pergi ke sofa yang sering digunakan ayahku, dan ku mulai menyalakan tv, disini semua lampu dimatikan saat waktunya tidur. . . . .
Aku menonton acara berita di tv, kau tau? Kebanyakan berita tidak memberitakan kejadian yang sebenarnya, semua sudah di atur agar beritanya lebih menarik agar penonton tertarik, apalagi berita politik, itu cuma sampah, mereka membayar media agar menjatuhkan lawan politiknya.
   Ku melihat jam klasik di tanganku sekarang menunjukkan jam setengah sebelas malam, dan tak lama kemudian aku mendengar suara dari lantai dua, seperti suara langkah kaki dan benda yang  jatuh. Aku langsung pergi mengeceknya, aku pun berjalan perlahan menyusuri tangga, setiap langkahku menyusuri tangga suara itu semakin keras yang semakin membuatku penasaran dan juga takut. Aku sudah sampai di lantai 2 rumahku, tapi tiba-tiba suara itu berhenti, di ruangan  gelap ini aku mencoba menemukan asal suara itu.
   Di lantai 2 rumah ini ada 4 ruangan, kamarku, kamar adikku, ruangan untuk santai seperti untuk belajar, membaca koran, dan minum teh, ya.. seperti itu, dan juga ruangan untuk menyimpan pakaian. Aku mulai mengecek dari tempat yang paling dekat dariku yaitu ruangan untuk bersantai. Ku berjalan perlahan ke ruang bersantai, aku berada di depan pintu dan memegang gagang pintu, ku putar dan perlahan membukanya. Di sana gelap dan hanya sinar bulan yang masuk melalui jendela kaca yang menyinari tempat itu. Aku tak menemukan apa pun disini, semuanya normal tak ada yang mencurigakan disini.
   Lalu aku menuju ke ruangan selanjutnya yaitu kamarku, sama seperti ruangan bersantai, disini juga tak ada yang mencurigakan. Aku tutup pintu perlahan dan menuju ke kamar adikku yang berada tepat di depan kamarku, entah mengapa aku takut untuk membukanya. Lalu aku putuskan untuk mengecek ruang pakaian terlebih dahulu yang berada di ujung lorong. Perlahan ku berjalan menuju ruang pakaian, ku pegang gagang pintu dan perlahan memutarnya, aku buka perlahan dan mengintipnya di depan pintu, di sana gelap tapi aku masih bisa sedikit melihat isi ruangan itu. Di sana hanya ada pakaian orang tuaku dan beberapa kotak sepatu. Kututup lagi ruangan itu dan akhirnya ruangan terakhir yaitu kamar adikku, perlahan ku mendekat ke kamar adikku, di setiap langkah rasa takutku semakin kuat, jantungku semakin berdegup kencang.
   Aku putar gagang pintu dan membukanya perlahan, sedikit demi sedikit ruang kamar adikku semakin terlihat. Dan tak ada apa-apa di sini, hanya adikku yang sedang tidur, mainan yang berserakan, kursi yang terguling dan jendela yang terbuka. Saat itu aku merasa lega karna tidak ada yang salah. Aku tutup lagi pintu itu dan tersenyum tepat di depan pintu dan menghadap pintu memikirkan kekhawatiranku yang tak berdasar, hingga ku merasakan nafas di punggungku. Saat itu juga aku mulai merasa sangat ketakutan, bulu kudukku berdiri semua dan tubuhku kaku karna saking takutnya. Lalu ada tangan yang memegang pundakku dan, tangannya terasa dingin saat menyentuhku, ku lihat tangan itu seperti bukan tangan manusia. Aku tak berani menoleh ke belakang tapi aku harus melakukannya.
   Perlahan ku balik badanku dan menundukkan kepalaku karna aku sangat takut pada waktu itu, dan karena di sana agak gelap jadi aku tak terlalu jelas melihatnya. Kakinya tidak seperti manusia hanya saja ia memiliki jari kaki yang panjang, jari tangannya juga sangat panjang melebihi manusia normal, matanya besar dan menakutkan, kira-kira tingginya 175cm. Ia pun tersenyum padaku memperlihatkan giginya yang tajam seperti gigi binatang buas, melihat itu aku langsung terduduk dan tubuhku langsung lemas ketakutan, rasanya seperti hidupku akan berakhir.
   Aku pun terbangun dari tidurku, jantungku berdegup kencang dan tubuhku berkeringat dingin, nafasku tak beraturan seperti habis dikejar anjing gila. Rupanya aku tertidur saat menonton tv dan semua itu hanyalah mimpi. Ya aku bersyukur karna itu semua hanya mimpi, namun walaupun begitu, mimpi itu seperti nyata. Ku melihat jam klasik di tanganku dan waktu menunjukkan jam satu lebih lima belas menit. Aku lihat ke atas tangga rumahku yang gelap, aku masih takut kalau itu memang nyata. Ku matikan tv yang hanya bergambar semut dan bersuara seperti dengungan lebah lalu pergi ke atas untuk melihat adikku Diana, ku berjalan menyusuri tangga menuju ke atas, aku masih terpikir oleh mimpiku tadi.
    Aku berada di depan pintu kamar adikku, aku putar gagang pintu dan membukanya, dan syukurlah ada apa-apa, hanya ada adikku yang sedang tidur, beberapa mainan adikku yang rapi dan jendela yang terbuka. Aku segera berjalan menuju jendela untuk menutupnya agar adikku tidak kedinginan, saat ku akan menutup jendela aku melihat keluar, hanya jalanan gelap, pohon dan ayunan tetanggaku di seberang jalan yang bergerak tertiup angin. Ku tutup jendela itu dan menguncinya, ku berjalan ke arah adikku yang sedang tidur, ku berlutut dan memegang kepalanya lalu ku kecup keningnya ”Semoga kau mimpi indah” ucapku padanya.
    Aku keluar dari kamar adikku dan menutup pintu, aku berpikir tentang apa yang dilihat adikku tadi itu hanyalah rubah atau sesuatu yang lain? Dan apa ada hubungannya dengan mimpiku tadi? Ah sudahlah, lagi pula itu sudah tak penting lagi sekarang, aku lelah karna harus mengurus semuanya seharian ini, aku harus tidur sekarang, lagi pula esok aku harus sekolah. Baru selangkah aku berjalan, terdengar suara benturan yang cukup keras dari dalam kamar Adikku, aku kaget dan langsung berbalik ke arah kamar adikku, ku buka pintu untuk masuk ke dalam. Ku lihat Adikku sudah menghilang dan jendela yang tadinya aku kunci kini terbuka, aku berlari ke arah jendela yang terbuka dan melihat ke luar, tak ada apa pun di luar, seolah-olah ia lenyap begitu saja.
   “Anaaaa........” aku berteriak seperti orang yang sedang kerasukan berharap dia mendengarnya, tak lama kemudian aku mendengar teriakan dari arah belakang rumah, suaranya terdengar sangat jauh tapi aku masih bisa mengenali suara itu, itu suara Adikku. Di belakang rumahku adalah hutan, aku langsung berlari keluar rumah dan langsung menuju ke arah suara tadi. Ku berlari ke dalam hutan mencari Adikku yang tak tahu ke mana “Anaaa..... di mana kauu..?” di dalam hutan yang gelap ini aku terus mencarinya, di sini sangat gelap, aku hampir tak dapat melihat, aku terus berteriak dan berlari ke sana-kemari mencarinya. Lalu ku dengar teriakannya lagi jauh di dalam hutan, tanpa berpikir panjang aku langsung berlari ke arah suara itu berasal, ku berlari dan berlari mengejar seseorang atau sesuatu yang menculik Adikku.” Anaa... di mana kau......?” terdengar dari kejauhan Ana memanggilku ,”Kakak.... tolong aku” suaranya semakin lama semakin dekat dan semakin dekat, aku terus berlari mengejarnya dan tidak sadar sudah masuk jauh ke dalam hutan, tapi aku tak peduli, aku harus menyelamatkan Adikku.
   Melewati pepohonan dan semak-semak di dalam hutan yang gelap ini, aku terus berlari hingga aku kehabisan nafas dan tubuhku terasa lemas tak bertenaga. Aku sudah tidak bisa berlari lagi tapi aku harus terus berjalan demi adikku, aku terus berjalan dan suaranya semakin terdengar jauh, semakin menjauh. Aku putus asa, tubuhku sudah tak kuat lagi, entah sudah berapa lama aku berlari hingga tubuhku lemas tak bertenaga, walaupun demikian aku tetap berjalan menyusuri hutan. Aku melihat cahaya datang menghampiriku tapi aku tak dapat melihat dengan jelas karena pandanganku mulai kabur, aku tak tahu cahaya apa itu, aku sudah tidak kuat lagi sepertinya aku akan pingsan “Ana di mana kau?”
 ****
    Saat aku terbangun matahari sudah tinggi, ku lihat jam di tanganku menunjukkan jam dua siang, aku coba menelpon seseorang dengan telepon genggam yang ada di dalam saku ku tapi tak ada sinyal di sini. Kepalaku terasa pening, aku duduk di bawah pohon dan memikirkan apa yang terjadi. Aku ingat, aku sedang mencari Adikku lalu ada cahaya dan aku pingsan. Ana, aku harus mencarinya, disini banyak pohon-pohon besar menjulang tinggi dan suasananya sangat tenang, suny, damai tapi juga menakutkan di saat yang sama. Ku berdiri dan berjalan terhuyung-huyung menyusuri hutan tak tahu arah tujuan. Tak lama berjalan aku pun terjatuh karena tubuhku lemas tidak makan sama  sekali dari tadi malam. Aku memutuskan untuk istirahat’ sejenak di bawah pohon rindang yang dekat dengan sungai dan semak-semak. Aku meminum sedikit Air dari sungai dan merangkak untuk memejamkan mata untuk beristirahat.

      Saat aku terbangun hari sudah gelap, tadi aku bermimpi tentang Adikku, ia berlari dan berlari dikejar oleh sesuatu yang buruk, ia terlihat ketakutan dan ia terus memanggil namaku. Pada saat malam hari hutan ini terlihat semakin mengerikan, aku hampir tak dapat melihat, Sinar bulan hampir tak dapat menyentuh tanah, kegelapan di hutan ini benar-benar membuatku hampir mati ketakutan. Aku tersesat dan tubuhku mati rasa, suara lolongan serigala dan hewan-hewan nokturnal menambah kengerian hutan ini. Tak lama kemudian, suasananya semakin mencekam, udara semakin dingin hingga nafas ku menjadi asap, bulu kuduk ku pun berdiri semua. Udara menjadi dingin dengan cepat, dedaunan menjadi layu dan membeku, air sungai pun juga perlahan membeku.
   Aku dengar suara langkah kaki mendekat, ku ingin sembunyi tapi tubuhku tak mampu ku gerakan. Suara langkah kaki itu semakin keras, semakin dekat namun tiba-tiba berhenti dan suasananya menjadi sangat sunyi waktu itu, sangat hening, tak ada suara hewan, suara air, bahkan tak ada suara angin. Air sungai sudah membeku menjadi es, pepohonan, dedaunan dan lumut juga sudah membeku, aku hanya memakai kaus oblong dan celana panjang jeans saat itu, jadi aku sangat-sangat kedinginan hingga hampir mati kedinginan. Di kegelapan malam, tiba-tiba ada seorang yang menyekap ku, dia menutup mulutku dan menyeretku ke dalam semak-semak.
 “Sssssttttttt...... diamlah sejenak”


Next Chapter -II-